Kamis, 10 Mei 2012

kedudukan dan konsep dasar evaluasi belajar

 PENGERTIAN , KEDUDUKAN DAN KONSEP DASAR  EVALUASI BELAJAR
A.    Pengertian evaluasi
Evaluasi berarti pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam diri pribadi siswa.
Berikut adalah pendapat para ahli mengenai evaluasi belajar :
   1. Ralph Tyler beliau mengatakan, bahwa evaluasi merupakan proses pengumpulan  data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum ada dan apa sebabnya.
   2. Cronbach dan Stufflebeam, definisi tersebut adalah bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.
B.     kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan
Menurut schwart2 dkk. Menyimpulkan bahwa penilaian adalah suatu program untuk memberikan pendapat dan penentuan arti dan faedah suatu pengalaman. Pengalaman yang dimaksud disini adalah pengalaman yang diperoleh berkat proses pendidikan jadi, pengalaman yang diperoleh siswa adalah pengalaman sebagai hasil belajar siswa disekolah.
C.    Konsep dasar evaluasi belajar dan pembelajaran.
Setiap orang yang melakukan suatu kegiatan akan selalu ingin tahu hasil dari  kegiatan yang dilakukannya. Siswa dan guru merupakan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran, tentu juga mereka berkeinginan mengetahui proses dan hasil kegiatan pembelajaran yang dilakukanya. Untuk menyedikan informasi tentang baik dan buruknya proses dan hasil kegiatan pembelajaran, maka seorang guru harus menyelenggarakan evaluasi. Kegiatan evaluasi yang dilakukan guru meencakup evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran sekaligus.
Disisi lain evaluasi juga merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Hal ini berarti evaluasi merupakan kegiatan yang terelakkan dalam setiap kegiatan atau proses pembelajaran dengan kata lain kegiatan evaluasi (baik evaluasi hasil belajar maupun evaluasi pembelajaran) merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
 SYARAT – SYARAT EVALUASI
Dalam menyelenggarakan kegiatan evaluasi, kita perlu memperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi kegiatan evaluasi tersebut. Syarat-syarat umumyang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1)   Kesahihan ( validitas ).
        Kesahihanmenggantikan kata validitas (validity) yang dapat diartikan sebagai ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Kesahihan dapat diterjemahkan pula sebagai kelayakan interpretasi terhadap hasil dari suatu instrument evaluasi atau tes danidak terhadap instrument itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesahihan hasil evaluasi meliputi:
1.   Faktor instrumen evaluasi itu sendiri.
2.   Faktor-faktor administrasi evaluasi dan penskoran,
3.   Faktor-faktor dalam respon-respon siswa.
2)      Keterandalan ( reliabilitas )
Syarat umum yang juga sama pentingnya dengan kesahihan adalah keterandalan evaluasi. Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan yakni tingkat kepercayaan bahwa suatu instrumen evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat.
Faktor-faktoryang mempengaruhi adalah sebagai berikut:
a.       Panjang tes.
b.      Sebaran skor.
c.       Tingkat kesulitan tes.
d.      Objektivitas.
3)      Kepraktisan ( objektifitas )
Dalam memilih tes dan instrumen evaluasi yang lain kepraktisan merupakan syarat yang tidak dapat diabaikan. Kepraktisan evaluasi terutama dipertimbangkan saat memilih tes atau instrumen evaluasi lain yang dipubliksikan oleh suatu lembaga. Kepraktisan evaluasi dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan yang ada pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi, memperoleh hasil,mapunkemudahan dalam menyimpannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrumen evaluasi adalah sebagai berikut:
a.    Kemudahan mengadministrasi.
b.     Waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi.
c.    Kemudahan menskor.
d.   Kemudahan interpretasi dan aplikasi.
e.    Tersedianya bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalen.
 MACAM – MACAM EVALUASI
1    Evaluasi formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan/topik, dan dimaksud untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang telah direncanakan. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengontrol sampai seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang diajarkan pada pkok bahasan tersebut. Ukuran keberhaslan atau kemajuan siswa dalam evaluasi ini adalah penguasaan kemampuan yang telah dirumuskan dalam rumusan tujuan (TIK) yang telah ditetapkan sebelumnya.
2    Evaluasi sumiatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu-satuan waktu yang didalamnya tercskup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didk telah dapat berpindah dari satu unit ke unit berikutnya. Winkel mendefinisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan tes-tes pada akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu semester, bahkan setelah selesai pembahasan suatu bidang studi.
3    Evaluasi diagnostik 
                 Evaluasi diagnostic adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan  dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi diagnostic dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostic dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal ataupengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat member bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara pada tahap akhir evaluasi diagnostic ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa atas seluruh meteri yang telah diberikan.
  EVALUASI HASIL BELAJAR
Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
a.    Fungsi dan tujuan evaluasi hasil belajar
     Fungsi evaluasi hasil belajar adalah sebagai berikut:
      Evaluasi hasil belajar memiliki beberapa fungsi diantaranya yaitu:
1)   Selektif
      Hasil evaluasi dapat digunakan dalam rangka menyeleksi calon siswa / peserta didik yang baru.
2)   Diagnostik dan pengembangan
      Hasil daripada evaluasi hasil belajar dapat digunakan dalam rangka menyeleksi calon siswa baru.

3)   Penempatan
      Para lulusan yang ingin bekerja perlu menyiapkan transkip nilai program yang telah ditempuhnya yang juga memuat nilai – nilai hasil belajar
4)   Pengukuran hasil belajar
      Hasil daripada evaluasi hasil belajar dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana peserta didik dapat memahami pelajaran yang telah diajarkan.
Tujuan evaluasi belajar
           Sebagaimana diuraikan pada bagia terdahulu bahwa evaluasi dilaksanakan dengan berbagai tujuan. Khusus terkait dengan pembelajaran, evaluasi dilaksanakan dengan tujuan :
1.    Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa.
2.     Mengetahui tingkat keberhasilan PBM.
3.    Menentukan tuidak lanjut hasil penilaian.
4.    Memberikan pertanggung jawaban (account tability).
b.    Sasaran hasil belajar
     Sasaran dari hasil belajar ini meliputi:
a)    Ranah kognitif
    Sasaran hasil belajar dalam ranah ini meliputi;
Pengetahuan
Pemahaman
Penggunaan/penerapan
Analisis, sintetif, dan evaluatif
b)   Ranah afektif
   Sasaran dalam ranah afektif ini meliputi;
*        Menerima
*        Merespon
*        Menilai
*        Mengorganisasi
*        Karakterisasi

c)    Ranah psikomotorik.
   Sedangkan sasaran evaluasi dalam ranah psikomotorik ini yaitu meliputi;
*      Gerakan tubuh yang mencolok
*      Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan
*      Perangkat komunikasi non verbal
*      Kemampuan berbicara.
c.    Prosedur evaluasi hasil belajar.
a)    Persiapan
e         Menetapkan pertimbangan keputusan yang dibutuhkan.
e         Menggambarkan informasi yang dibutuhkan.
e         Menetapkan informasi yang telah tersedia.
b)   Penyusunan
*      Menentukan jenis test yanga akan disusun
*      Membuat kisi – kisi butir soal
*      Meneta butir soal
*      Menulis/menyusun butir soal
c)    Pelaksanaan pengukuran
·         Tempat pengukuran
·         Menyelakasanakan pengukuran
·         Menata dan mengadministarsi lembar soal dan jawaban agar lebih mudah menskor.
d)   Pengolahan hasil penilaian
§  Menskor
§  Mengubah skor mentah menjadi skor standard
§  Mengkonversikan nilai standar kedalam nialai akhir.
e)    Pengolahan hasil penilaian:
·           Menskor
·           Mengubah skor mentah menjadi skor standard
·           Mengkonversikan nilai standar kedalam nialai akhir.
f)    Penafsiran hasil penilaian:
·           Klasikal
·           Individual
g)   Pelaporan dan penggunaan hasil evaluasi:
·           Pembuatan laporan
·           Penggunaan hasil evaluasi
 EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN
Evaluasi pembelajaran adalah evaluasi terhadap proses belajar mengajar secara sistemik evaluasi pembelajaran diarahkan pada komponen-komponen system pembelajaran yang mencakup:
  Komponen input:perilaku awal siswa.
  Komponen input instrumental; kemampuan professional tenaga kependidikan.
  Komponen proses: prosedur pelaksanaan pembelajaran
  Komponen output; hasil pembelajaran yang memadai ketercapaian tujuan.
a.    Fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran.
  Evaluasi pembelajaran berfungsi dan bertujuan untuk:
1)    Untuk pengembangan
        Untuk mengembangkan suatu program pendidikan yang meliputi program studi,kurikulum dll.
2)    Untuk akreditasi
        Berbeda dengan fungsi yang pertama,evaluasi juga berfungsi dan bertujuan untuk menetapkan kedudukan suatu program pembelajaran berdasarkan ukuran tertentu.
b.    Sasaran evaluasi hasil pembelajaran
     Sasaran evaluasi pembelajaran bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang apa yang dinilai dalam system pembelajaran. Sehubungan dengan itu, terdapat 4 hasil pokok yang dapat dijadikan sasaran evaluasi hasil pembelajaran yaitu:
a)      Evaluasi tujuan pembelajaran
       Setelah berlangsung proses pembelajaran maka,perlu dilakukan evaluasi tentang tujuan dan pembelajaran tersebut.
b)      Evaluasi unsur dinamis pembelajaran.
       Unsur-unsur pembelajaran pada hakikatnya merupakan unsur penunjang dalam proses pembelajaran. Unsur – unsur tersebut meliputi:
*      Evaluasi terhadap motivasi belajar siswa.
*      Evaluasi terhadap bahan pelajaran
*      Evaluasi terhadap alat bantu belajar
*      Evaluasi terhadap suasana belajar
*      Evaluasi terhadap suasana subjek didik.
c)      Evaluasi pelaksanaan pembelajaran
       Sasaran ini perlu dinilai karena untuk mengetahui derajat keterlaksanaan daripada pembelajaran itu sendiri.
Aspek – aspek yang perlu dinilai terdiri dari:
a.       Tahap permulaan meliputi:
e         Metode yang digunakan
e         Penyampaian materi
e         Kegiatan siswa dan guru serta penggunaan unsur penunjang.
b.      Tahap inti pembelajaran meliputi;
e         Metode yang digunakan
e         Materi yang disajikan
e         Kegiatan siswa dan guru serta unsur – unsur penunjang.
c.       Tahap akhir meliputi:
e         Kesimpulan yang dibuat mengenai materi
e         Kegiatan siswa dan guru
e         Prosedur teknik penilaian
d)     Evaluasi kurikulum GBPP meliputi:
       Sasaran ini perlu dilakukan karena berkenaan pelaksanaan tertentu kurikulum.
Dalam hal ini evaluuasi berpijak pada pertanyaan- pertanyaan sbb:
1)        Berapa luas/banyak mengenai tingkat ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan?
2)        Sejauh mana ruang lingkup dan urutan pokok bahasan yang telah disampaikan diserap oleh siswa?
3)        Bagaimana tingkat pelaksanaannya dan sejauh mana?

c.     Prosedur evaluasi pembelajaran.
ada beberapa teknik yang dapat digunakan sebagai prosedur evaluasi pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1)   Studi kasus
Studi kasus adalah suatu prosedur evaluasi dalam upaya mempelajari satu orang siswa atau sekelompok siswa yang dijadikan sebagai kasus dengan cara menghimpun data dan informasi semua pihak yang terkait dengan kasus tersebut.

2)   Inventories dan questionnaires
Humprey dan tratler mengemukakan maksud dari inventories adalah sebagai berikut:
µ    Memungkinkan siswa secara pasti masalah – masalah spesifik dari daerah masalah yang ada.
µ    Siswa mengenal bahwa mereka mempunyai masalah – masalah umum.
µ    Memberikan informasi kepada sekolah mengenai masalah yang dihadapi siswa secara keseluruhan.
Sedangkan questionaires diartikan sebagai sesuatu yang terdiri dari satu seri pertanyaan dengan maksud dapat dijawab oleh murid yang akan dinilai itu mengenai : minat,sikap,pendapat dll.
3)   Observasi
               Observasi dilakukan untuk memperoleh epidensi tentang murid secara langsung dari murid itu sendiri atau dari teman-temannya.

maaf ya kalau editannya kurang baik............. *@_@*.....C.B.....(Cah Bukit).....*@_@*....

                sumber referensi blog ini sebagai berikut : 

1.      Dr. Dimyati Dan Drs. Mudjino.2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
2.      Drost, J.I.G.M.S.J. 2001. Sekolah Mengajar atau Mendidik. Yogyakarta: Kanisius.
3.      Nana Sudjana. 1996. Model-Model Mengajar CBSA. Bandung: Sinar Baru. http://pakguruonline.pendidikan.net.

Jumat, 04 Mei 2012

model pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI


 Pendekatan pembelajaran matematika
      Pendekatan dalam suatu pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran tersebut dikelola ( Ruseffendi,98:240)
Soedjadi (1999:102) membedakan pendekatan menjadi 2 yaitu:
1.      Pendekatan materi ( materi approach) yaitu proses menjelaskan topic matematika tentu menggunakan materi matematika lain.
2.      Pendekatan pebelajaran (teaching approach) yaitu proses penyampaian atau penyajian topic matematika tentu mempermudah siswa memahaminya.
       Taffer (1991:32) membagi pendekatan pembelajaran dalam matematika menjadi  2 komponen matematisasi yaitu:
a.       Matematisasi horizontal
Dalam matematisai horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan kata lain matematisasi horizontal bergerak dari dunia/kehidupan nyata ke dalam symbol. Matematisasi horizontal ini meliputi proses informal yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu soal, membuat model, membuat skema dam hubungannya.
b.      Matematisasi vertical
Matematisasi ini merupakan pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu sendiri. Metematisasi ini meliputi proses menyatakan suatu hubungan dengan suatu formula, membuat berbagai model, merumuskan konsep baru dan dan melakukan generalisasi.
    Selain itu teffer juga mengklasifikasikan pendekatan pembelajaran dalam matematika menjadi 4 berdasarkan komponen matematisasinya yaitu:
·      Mekanistik atau pendekatan tradisional
Pendekatan pembelajaran ini lebih memfokuskan pada latihan dan hanya menghadapi rumus saja sedangkan untuk proses pematimatikaan keduanya tidak tampak.
·      Empiristik
Pada klasifikasi ini pendekatan pembelajaran lebih menekankan pada matemasasi horizontal dan cenderung mengabaikan matematika vertical.
·      Struktural
Pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan pada pematematikaan vertical den cenderung mengabaikan pematematikaan horizontal. Atau merupakan kebalikan dari klasifikasi empiristik.
·      Realistik
Realistic memberikan perhatian yang seimbang antara pematematikaan horizontal dan pematematikaan vertical dan disampaikan secara terpadu kepada siswa.
Dari uraian diatas , maka pendekatan pembelajaran yang paling baik adalah pendekatan realistic karena merupakan suatu prosedur dalam penyapaian bahan pelajaran matematika yang paling pokok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
pembelajaran matematika realistic
       kata realistic merujuk pada pendekatan dalam pendidikan matematika yang telah dikembangkan di netherland belanda, pendekatan ini mengacu pada pendapat freudenthal (Gravermeijer, 1994) yang menyatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia (mathematics as a human activity).
ini berarti bahwa matematika harus dekat dan relevan dengan kehidupan anak sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti bahwa manusia diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education (RME).
      Soedjadi (2001:2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan realistic pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika yang lebih baik. Selain itu soedjadi juga menjelaskan bahwa realita adalah hal – hal nyata yang kongkrit yang dapat diamati dan dipahami siswa dengan cara membayangkan. Sedangkan lingkungan adalah tempat dimana peserta didik berada baik dilingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
soedjadi, zulkardi dan asikin mengkarateristikan pembelajaran matematika realistic menjadi 5 yaitu sebagai berikut:
1.      menggunakan masalah kontekstual ( the use of context)
pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual ( dunia nyata) dan tidak dimulai dari system formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topic awal pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang diketahui oleh siswa.
2.      Menggunakan model ( use models, bridging by vertical instrument)
Istilah model berkaitan dengan masalah situasi dan model matematika yag dikembangkan sendiri oleh siswa, mengaktualisasikan masalah kebentuk visual sebagai sarana untuk memudahkan pengajaran.
3.      Menggunakan kontribusi siswa (student contribution)
Konstribusi yang besar diharapkan pada proses belajar mengajar dating dari siswa artinya semua pikiran ( konstruksi dan produksi)
4.      Interaksi ( interactivity)
Mengoktimalkan proses pembelajaran melalui interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan sarana dan prasarana merupakan hal terpenting dalam pembelajaran matematika realistic.
5.      Terintegrasi dengan topic lainnya (intertwining)
Struktur dan konsep matematika saling berkaitan maka dari itu, keterkaitan antar topic (unit pelajaran) tersebut harus dieksplorasi agar proses pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Selain karakteristik pembelajaran matematika realistic terdapat juga prinsip –prinsip pembelajaran matematika realistic. Menurut gravemejer ada tiga prinsip dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan realistic matematika yaitu sebagai berikut:
1)   Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematika progesif ( progresif mathematics).
Menurut prinsip ini pembelajaran matematika perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan bimbingan guru untuk menyelesaikan berbagai jenis masalah yang ada dalam dunia nyata. Prinsip ini mengacu pada pernyataan tentang konstruktivisme bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer oleh guru tetapi hanya dapat dikonstruksi oleh siswa itu sendiri.
2)   Fenomenologi daktis ( didactical phenomenology)
Yang dimaksud dengan fenomenologi adalah para siswa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip – prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika bertitik tolak pada masalah – masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan atau setidaknya berasal dari masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa.
3)   Mengembangkan model – model sendiri (self developed model)
Pada prinsip ini siswa diharapkan dapat mengembangkan sendiri model atau cara menyelesaikan masalah. Model atau cara tersebut dimaksudkan sebagai wahana untuk mengembangkan proses berfikir siswa  karena dari proses berfikir tesebut siswa dapat mengembangkan sediri model ataupun cara menyelesaikan masalah terutama masalah kontekstual.
        Langkah – langkah dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistic adalah sebagai berikut:
            Langkah I : memahami masalah kontekstual
 Dalam langkah ini guru memberikan soal yang ada dalam kehidupan sehari – hari dan meminta siswa untuk memahami siswa tersebut.
            Langkah II : menjelaskan masalah kontekstual
                    Guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal denagn cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya terhadap bagian yang belum dipahami oleh siwa.
            Langkah III: menyelesaikan masalah kontekstual
                    Siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri.
            Langkah IV: membandingkan dan mendiskusikan.
                    Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa unttuk membandingkan dan
            mendiskusikan jawaban secara berkelompok untuk selanjutnya didiskusikan baik untuk diskusi
            kelompok maupun diskusi kelas.
            Langkah V: menyimpulkan
                   Dari hasil diskusi guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau
            prosedur.
Pendidikan matematika realistic Indonesia (PMRI)
       Terkait dengan pendekatan pembelajaran matematika, pendekatan matematika realistic saat ini sedang dikembangkan di Indonesia, maka selanjutnya dikenal dengan sebutan pendidikan matematika realistic Indonesia( PMRI). Pendekatan ini merupakan adaptasi dari pendekatan matematika realistic yang dikembangkan di belanda oleh freudenthal. PMRI merupakan pembelajaran yang menekankan aktivitas insane, dalam pembelajarannya digunakan konteks yang sesuai dengan keadaan di Indonesia.
       Dasar filosofi yang digunakan dalam PMRI ini adalah kontrukstivisme yaitu dalam memahami suatu konsep matematika siswa diharapkan membangun dan menemukan sendiri pemahamnnya. Karakteristik dari pendekatan ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk membangun pemahaman tentang konsep yang baru dipelajarinya.
       Menurut zulkardi (2000) PMRI  adalah pendekatan yang bertitik tolak dari hal-hal yang real ‘nyata’ bagi siswa, serta menekankan keterampilan proses berdiskusi dengsn teman sekelas sehingga pada akhirnya hasil penemuanya tersebut dapat ia gunakan untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun masalah kelompok.
       Saat ini model pembelajaran dengan pendekatan PMRI mulai diujicobakan di Indonesia sejak tahun 2002, pada muala diujicobakan pada 4 universitas yaitu UPI bandung, UNY Yogyakarta, USD Yogyakarta, UNESA Surabaya, kemudian masing- masing dari universiatas tersebut melakukan uji coba pada sekolah dasar (SD) dan sedetajat mulai dari kelas 1 hingga kelas 6, dan untuk melengkapi kegiatan pembelajaran tersebut telah disusun buku guru, buku siswa, dan lembar kegiatan siswa yang dibuat oleh tim PMRI tersebut.

posting ini di susun berdasarkan beberapa sumber dari file PDF dan sumber lain yang terkait......
semoga bermanfaat, terima kasih............*@_@*

Tentang Blog Ini

Blog ini di buat pada bulan December 2011